Jakarta - Kasus dugaan korupsi penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam pengadaan sapi di wilayah Lombok Tengah (Loteng) yang melibatkan salah satu tersangka, Munawir Sazali, tengah menjadi sorotan.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) telah menetapkan Munawir Sazali sebagai tersangka pada tahun 2021-2022. Namun, hingga kini Munawir masih bebas berkeliaran sementara tiga tersangka lainnya sudah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat (Lobar), Senin, 13 Januari 2025.
Kejati NTB, yang tidak tinggal diam dalam menyikapi kasus ini, mengancam akan mengambil tindakan tegas dengan rencana jemput paksa terhadap Munawir Sazali. "Iya, kita tetap berupaya maksimal untuk jemput paksa tersangka," tegas Plt Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB, Elly Rahmawati, Minggu, 12 Januari 2025.
Dalam kasus ini, Munawir Sazali bukan sendirian. Tiga tersangka lain yang telah ditahan ialah Mahrup dan Muhammad Sidik Maulana, yang keduanya merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lombok Tengah dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), serta mantan Kepala Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Majapahit Mataram, Suryo Edhie. Peran Mahrup dan Muhammad Sidik sebagai offtaker dalam kasus ini terungkap setelah Kejati mendapatkan bukti-bukti kuat.
Elly Rahmawati mengungkapkan bahwa keputusan menetapkan para tersangka tidak dilakukan dengan gegabah. "Penetapan tersangka itu setelah pihak kami mengantongi minimal dua alat bukti," jelas Elly. Salah satu indikasi kuat adalah kerugian keuangan negara yang mencapai Rp 8,2 miliar, hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB. "Sesuai dengan putusan MK (Mahkamah Konstitusi), kami minimal dua alat bukti, dan kami memiliki tiga hingga empat alat bukti," tandasnya.
Sementara itu, Munawir Sazali mengambil langkah hukum dengan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Mataram. Sidang praperadilan ini dijadwalkan dengan agenda pembacaan putusan pada Senin, 13 Januari 2025. Elly Rahmawati mengkonfirmasi, "Praperadilan itu haknya tersangka, dan kami siap menghadapinya. Namun, kami tetap melakukan penegakan hukum sesuai aturan yang berlaku."
Bukan hanya kasus ini yang menarik perhatian publik, tetapi juga langkah Kejati dalam menangani praperadilan yang diajukan oleh Munawir. Meski tidak memberikan komentar panjang mengenai langkah jemput paksa setelah putusan praperadilan, Elly menegaskan, "Pokoknya kami sudah melakukan berbagai upaya."
Para tersangka dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI No. 31 tahun 1999 tentang perubahan atas UU RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menunjukan betapa pentingnya penegakan hukum dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah kasus serupa di masa depan. Dengan kerugian negara yang signifikan, aspirasi masyarakat untuk mendapatkan keadilan dalam kasus ini semakin menguat.
Kejati NTB tidak hanya berhadapan dengan tantangan untuk mengawal proses hukum berjalan lancar, tetapi juga memastikan bahwa semua langkah diambil sesuai aturan dan bukti yang ada. Tindakan tegas dalam kasus ini menunjukkan komitmen Kejati NTB untuk menyelesaikan kasus korupsi dengan serius dan tanpa pandang bulu.
Kasus ini turut menjadi pengingat bagi semua pihak terkait untuk lebih berhati-hati dalam pengelolaan dana publik serta mematuhi ketentuan hukum yang berlaku. Dengan demikian, fungsi pengawasan dan penegakan hukum dapat berjalan selaras demi mewujudkan tata kelola pemerintahan dan layanan publik yang bersih dan transparan.