Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan dukungan penuh terhadap program tiga juta rumah yang diinisiasi oleh pemerintah dengan menerapkan kebijakan pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang lebih mudah dan terjangkau. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor perumahan dan konstruksi, serta memperkuat pengelolaan risiko dalam pembiayaan perumahan.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan bahwa lembaga jasa keuangan (LJK) kini memiliki kebebasan lebih besar untuk mengambil kebijakan dalam pemberian KPR. “Program ini mampu menggairahkan pertumbuhan ekonomi di sektor perumahan dan konstruksi,” kata Mahendra.
Penguatan ini tidak hanya berfokus pada kemudahan akses, tetapi juga pada penerapan manajemen risiko yang sesuai dengan risk appetite dan pertimbangan bisnis masing-masing lembaga. Artinya, setiap keputusan pembiayaan didasarkan pada analisis risiko yang mendalam agar dapat mendukung keberlanjutan usaha dan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam sektor properti yang merupakan salah satu sektor ekonomi penting.
Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan transparansi dan kredibilitas dalam pengelolaan kredit, OJK juga terus mengoptimalkan peran Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Dalam hal ini, SLIK berfungsi bukan sebagai daftar hitam, melainkan sebagai sumber informasi yang netral guna meminimalkan informasi asimetris seperti moral hazard dan seleksi yang salah.
"SLIK digunakan untuk meminimalkan asymmetric information dalam rangka memperlancar proses kredit dan pembiayaan, serta penerapan manajemen risiko lembaga jasa keuangan," jelas Mahendra. Penggunaan data yang kredibel dan akurat dari SLIK dianggap penting untuk menjaga iklim investasi yang sehat di Indonesia, terutama di sektor perumahan.
Dalam proses pemberian kredit atau pembiayaan, SLIK menjadi salah satu sumber informasi penting yang digunakan dalam analisis kelayakan calon debitur. Namun, Mahendra menambahkan bahwa SLIK bukan satu-satunya faktor penentu dalam keputusan pembiayaan. “Tidak terdapat ketentuan OJK yang melarang pemberian kredit kepada debitur yang memiliki kredit dengan kualitas nonlancar,” tegasnya, menekankan fleksibilitas yang dimiliki oleh lembaga keuangan dalam mengambil keputusan.
Selain itu, OJK juga memberikan relaksasi pada kriteria penilaian kualitas KPR. Kini, kualitas KPR dapat dinilai hanya berdasar ketepatan pembayaran, memberikan napas lega bagi banyak calon debitur yang mungkin sebelumnya terkendala persyaratan yang lebih ketat.
Strategi ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak masyarakat untuk mendapatkan akses kepemilikan rumah, mengingat pentingnya sektor perumahan dalam mendukung kesejahteraan sosial-ekonomi. Pembiayaan perumahan menjadi lebih menguntungkan dan dapat dijadikan investasi jangka panjang bagi masyarakat Indonesia, sekaligus mendukung target pemerintah dalam program satu juta rumah.
Dukungan dari OJK diharapkan dapat merangsang lebih banyak investasi di sektor ini, meningkatkan produksi rumah, dan membuka lapangan kerja di sektor konstruksi, yang secara keseluruhan akan memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian nasional.
Dengan langkah-langkah ini, OJK membuktikan komitmennya dalam mendukung program pemerintah untuk pembangunan tiga juta rumah. Kebijakan ini diharapkan bisa menjawab kebutuhan masyarakat akan perumahan yang layak, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta memberikan dampak positif bagi iklim investasi di Indonesia. Pihak OJK dan pemerintah berharap dengan adanya kelonggaran dan dukungan ini, sektor perumahan akan makin bergairah dan memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan bangsa.