Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah signifikan dalam memperluas akses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi masyarakat Indonesia, termasuk mereka yang memiliki riwayat kredit bermasalah. Program ini sejalan dengan target pemerintah untuk menyediakan tiga juta unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengumumkan kebijakan ini dalam konferensi pers yang berlangsung pada Selasa, 14 Januari 2025.
Mahendra menjelaskan bahwa skor kredit dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) seharusnya tidak menjadi penghalang utama bagi masyarakat yang ingin mengajukan KPR. Penggunaan SLIK tidak dimaksudkan sebagai daftar hitam, melainkan sebagai informasi netral untuk meminimalisir asimetri informasi dalam pemberian kredit dan pembiayaan, ujar Mahendra. Dengan kata lain, informasi SLIK hanya salah satu dari berbagai komponen yang dianalisis untuk menentukan kelayakan kredit calon debitur.
Dukungan bagi Lembaga Keuangan
OJK memberikan keleluasaan kepada lembaga jasa keuangan untuk menetapkan kebijakan kredit berdasarkan analisis risiko yang diperhitungkan. Pendekatan ini memberikan kesempatan kepada bank dan lembaga keuangan lainnya untuk mempertimbangkan calon debitur dengan rekam jejak kredit yang kurang baik, selama sesuai dengan kriteria risiko yang dapat diterima. Sebagai bentuk dukungan konkret, kami telah menyampaikan surat kepada perbankan untuk memperluas akses pembiayaan rumah, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah, tegas Mahendra.
Langkah strategis OJK telah menunjukkan hasil positif. Pada November 2024, tercatat 2,35 juta rekening kredit baru diberikan kepada debitur yang sebelumnya memiliki catatan kredit non-lancar. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa mereka yang pernah mengalami kredit macet tetap memiliki peluang untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan rumah.
Fasilitas Pengaduan untuk Masyarakat
Untuk memastikan transparansi dan kenyamanan dalam pengajuan KPR, OJK menyediakan kanal pengaduan melalui kontak 157. Masyarakat, terutama dari kalangan berpenghasilan rendah, dapat memanfaatkan layanan ini untuk menyampaikan keluhan terkait proses pengajuan KPR atau kesulitan dalam pelunasan kredit.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menegaskan bahwa OJK juga telah merumuskan kebijakan lain guna mendukung program perumahan ini. Kebijakan tersebut termasuk penghitungan bobot aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) yang selaras dengan tingkat loan to value (LTV). Kebijakan ini memberikan fleksibilitas bagi bank dalam memberikan kredit untuk kebutuhan perumahan.
Optimalisasi Kebijakan Perbankan
Menurut Dian, bank memiliki ruang untuk mengoptimalkan kebijakan dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan selera risiko. Langkah ini memungkinkan bank untuk lebih fleksibel dalam menyalurkan kredit, tanpa mengesampingkan aspek manajemen risiko yang ketat, kata Dian. Dengan demikian, kebijakan ini memberikan pengecualian dalam batas maksimum pemberian kredit khusus untuk perumahan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
OJK dan pemerintah berharap dengan berbagai langkah kebijakan ini, akses perumahan dapat menjadi lebih merata di seluruh Indonesia, mempercepat realisasi program perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Lembaga keuangan pun diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam mendukung kebijakan tersebut, sehingga dapat memperkuat sektor perumahan sebagai salah satu pilar penting perekonomian nasional.
Langkah inovatif OJK menandai komitmen kuat pemerintah dalam mengatasi hambatan akses perumahan. Membuka peluang KPR bagi masyarakat dengan riwayat kredit macet tidak hanya memberikan harapan baru kepada mereka yang berpenghasilan rendah, tetapi juga menstimulasi pertumbuhan sektor perumahan. Dukungan penuh dari lembaga keuangan, bersama dengan regulasi yang lebih fleksibel, akan menjadi kunci sukses dalam mewujudkan program ambisius ini. Dengan optimisme yang meningkat, diharapkan tantangan kepemilikan rumah di Indonesia dapat teratasi, memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional secara keseluruhan.