Pertamina

Prospek Menggiurkan Bioavtur (SAF): Peluang Indonesia, Langkah Pertamina, dan Tren Produksi Dunia

Prospek Menggiurkan Bioavtur (SAF): Peluang Indonesia, Langkah Pertamina, dan Tren Produksi Dunia
Prospek Menggiurkan Bioavtur (SAF): Peluang Indonesia, Langkah Pertamina, dan Tren Produksi Dunia

JAKARTA — Indonesia menunjukkan potensi besar dalam pengembangan Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bioavtur, berkat sumber daya alam yang melimpah dan kapasitas teknologi yang berkembang. Target nasional untuk mengimplementasikan campuran SAF sebanyak 2% pada tahun 2025 dan meningkat menjadi 5% pada tahun 2030, diharapkan bukan hanya sekedar wacana. Langkah konkrit telah diambil dengan penerbangan komersial pertama oleh PT Garuda Indonesia menggunakan bahan bakar SAF dari Pertamina. Penerbangan ini mencakup rute dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Bandara Internasional Adi Soemarmo, menunjukkan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon.

Potensi SAF: Sumber Energi Ramah Lingkungan yang Menjanjikan

SAF menjadi penting bagi industri penerbangan nasional karena mampu mengurangi emisi CO2 hingga 80% dibandingkan bahan bakar konvensional, sesuai dengan laporan International Air Transport Association (IATA). SAF diperkirakan akan menyumbang sekitar 65% dari pengurangan CO2 global, atau setara dengan 718 megaton CO2, pada tahun 2050. Dengan bahan baku yang berlimpah di Indonesia, seperti minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak goreng bekas (UCO), negara ini memiliki keunggulan yang besar dalam mengembangkan industri SAF.

Laporan dari International Renewable Energy Agency (IRENA) menyoroti bahwa Indonesia menempati posisi terdepan di Asia Tenggara dalam potensi pengembangan SAF, bahkan ketika menggunakan residu dan limbah. Data menunjukkan Indonesia menghasilkan 7,5 juta ton residu per tahun dari total potensi SAF yang mencapai 9,3 juta ton dari residu pertanian. Sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia memiliki peluang unik yang belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh negara lain seperti Malaysia, di mana banyak residunya sudah digunakan untuk keperluan lain.

Inisiatif Pertamina dalam Mengembangkan SAF

Sebagai perusahaan energi besar di Indonesia, Pertamina telah mengambil langkah signifikan untuk memproduksi bioavtur menggunakan UCO. Kilang Pertamina Internasional (KPI) telah mendapatkan sertifikasi ISCC, yang mengukuhkan kemampuannya dalam memproduksi SAF. "Kini KPI siap melangkah dengan memproduksi Pertamina SAF tersertifikasi ISCC pertama di Indonesia/Regional dengan bahan baku minyak jelantah (UCO) yang direncanakan pada Kuartal I/2025," ujar Hermansyah Y Nasroen, Sekretaris Perusahaan KPI.

Pemanfaatan minyak jelantah tidak hanya membantu mengurangi limbah rumah tangga tapi juga mendukung inisiatif energi bersih yang lebih ramah lingkungan. Heppy Wulansari, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, menyatakan, "UCO yang selama ini dianggap sebagai limbah rumah tangga akan kami bawa ke anak perusahaan Pertamina Group untuk diolah menjadi biofuel seperti HVO dan SAF."

Kebijakan Pemerintah: Mendorong Ketersediaan Bahan Baku

Pemerintah Indonesia juga mengambil langkah tegas dengan membatasi ekspor limbah kelapa sawit dan minyak jelantah. Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2025 yang mulai berlaku pada 8 Januari 2025. Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan, "kamai menegaskan bahwa prioritas utama pemerintah saat ini adalah memastikan ketersediaan bahan baku minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) bagi industri minyak goreng dan mendukung implementasi B40."

Tantangan dan Tren Produksi SAF Secara Global

Di level global, produksi SAF mengalami peningkatan, tetapi tidak secepat yang diharapkan. Data IATA menunjukkan produksi SAF mencapai 1 juta ton pada tahun 2024, meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Namun, angka ini masih di bawah estimasi awal yang memproyeksikan produksi mencapai 1,5 juta ton. "Volume SAF meningkat, tetapi sangat lambat. Namun jangan salah, bahwa maskapai penerbangan ingin membeli SAF dan ada uang yang bisa dihasilkan oleh investor," kata Direktur Jenderal IATA Willie Walsh.

Walsh menganjurkan agar pemerintah dapat mempercepat produksi SAF dengan mengurangi subsidi untuk bahan bakar fosil dan sebaliknya memberikan insentif untuk produksi energi terbarukan. Ini merupakan strategi yang dapat meningkatkan produksi SAF dan mendukung transisi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Langkah dan potensi yang dihadapi Indonesia dalam pengembangan SAF, baik dari segi kebijakan negara maupun komitmen perusahaan seperti Pertamina, membuka peluang besar bagi negara untuk menjadi pemimpin dalam industri energi terbarukan. Namun, upaya ini memerlukan dukungan berkelanjutan serta strategi yang terkoordinasi untuk menghadapi tantangan dari kompetisi global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index