Penyeberangan

Proyek Rehabilitasi Jembatan Penyeberangan Pananaru di Sangihe Terancam Bermasalah, Keterlambatan Penggarapan Jadi Sorotan Publik

Proyek Rehabilitasi Jembatan Penyeberangan Pananaru di Sangihe Terancam Bermasalah, Keterlambatan Penggarapan Jadi Sorotan Publik
Proyek Rehabilitasi Jembatan Penyeberangan Pananaru di Sangihe Terancam Bermasalah, Keterlambatan Penggarapan Jadi Sorotan Publik

Proyek rehabilitasi jembatan penyeberangan di Pelabuhan Pananaru, Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara, yang seharusnya menjadi angin segar bagi perkembangan ekonomi daerah, kini tengah menjadi sorotan. Dengan nilai kontrak mencapai Rp35.249.424.000, proyek ini diduga mengalami masalah serius yang mengganggu pengerjaannya.

Proyek ini dijadwalkan rampung dalam kurun waktu 300 hari kalender, dimulai sejak Januari 2024 dan seharusnya selesai pada 25 Oktober 2024. Namun, hingga awal Januari 2025, progres pengerjaan proyek ini masih jauh dari kata selesai. Kondisi ini menimbulkan beragam opini masyarakat, terutama karena lokasi proyek yang merupakan salah satu titik vital perekonomian di Kabupaten Sangihe.

Molornya pengerjaan proyek ini bukan hanya sebatas angka di atas kertas. Keterlambatan pengerjaan ini turut berdampak pada aktivitas ekonomi lokal, khususnya pada kegiatan bongkar muat di pelabuhan Pananaru. Pelabuhan ini dikenal sebagai jantung dari rumah tangga banyak sopir truk penyeberangan di daerah tersebut. Akibatnya, sejumlah sopir truk mulai melancarkan aksi protes sebagai bentuk kekecewaan mereka terhadap situasi tersebut.

Ricky Kolanus, salah seorang pelaksana lapangan proyek, menjelaskan alasan di balik keterlambatan penyelesaian proyek ini. Dia menyebut adanya adendum sebagai penyebab utama keterlambatan tersebut. "Mohon izin, ada adendum waktu pelaksanaan proyek, Pak (Wartawan)," ujarnya singkat ketika ditanya oleh wartawan. Meski begitu, Ricky Kolanus tidak bersedia menjelaskan lebih rinci tentang penyebab adendum dan batas waktu penyelesaian baru proyek ini. "Mohon izin Pak, kalau soal itu baiknya tanya langsung aja ke BPTD," tambahnya.

Dampak dari keterlambatan ini mencakup berbagai aspek. Di satu sisi, proyek ini merupakan bagian dari upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan infrastruktur dan pelayanan transportasi di wilayah Sangihe. Namun, dengan waktu penyelesaian yang terus molor, tujuan tersebut menjadi sulit tercapai. Di sisi lain, aktivitas sehari-hari warga, terutama mereka yang bergantung pada arus barang melalui pelabuhan, juga terkendala.

Sejumlah kalangan meminta pihak terkait segera memberi klarifikasi dan solusi konkret untuk menyelesaikan proyek ini sesuai jadwal baru yang telah disepakati. Banyak pihak merasa bahwa proyek sebesar ini seharusnya diprioritaskan, mengingat implikasi ekonominya yang signifikan bagi wilayah tersebut.

Dari perspektif pembangunan daerah, proyek rehabilitasi jembatan penyeberangan ini merupakan bagian dari rencana besar pemerintah untuk memajukan sektor transportasi dan logistik di Kabupaten Sangihe. Oleh karena itu, penyelesaian tepat waktu sangat penting agar manfaat dari proyek ini bisa dirasakan segera oleh masyarakat.

Masyarakat dan stakeholder terkait kini menunggu langkah selanjutnya dari Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) sebagai penanggung jawab utama proyek ini. Mereka berharap agar segala kendala dan tantangan proyek bisa segera teratasi, sehingga fungsi strategis jembatan penyeberangan ini bisa kembali berjalan normal.

Diperlukan koordinasi yang lebih baik antara pihak pemerintah, pelaksana proyek, dan masyarakat untuk menyelesaikan proyek ini tepat waktu dan memperkecil dampak negatif yang mungkin timbul akibat keterlambatan. Berfokus pada penyelesaian proyek ini penting untuk mendukung perkembangan ekonomi Sangihe dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Dengan sorotan media dan tekanan dari masyarakat, diharapkan pihak-pihak terkait mengambil langkah yang signifikan supaya proyek ini dapat selesai tanpa penundaan tambahan. Hal ini untuk memastikan bahwa dana publik digunakan dengan sebaik-baiknya dan tidak menimbulkan kekecewaan lebih lanjut di kalangan warga yang bergantung pada pelabuhan Pananaru sebagai salah satu tulang punggung ekonomi lokal.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index