Jakarta – Dalam upaya meningkatkan kepastian hukum dan keamanan bagi pelaku pasar keuangan digital, Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) resmi mengalihkan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto serta derivatif keuangan, kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Pengalihan tugas ini ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) dan Nota Kesepahaman (NK) yang berlangsung di kantor Kementerian Perdagangan di Jakarta, Senin, 13 Januari 2025.
Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso, menegaskan bahwa peralihan tugas ini merupakan langkah strategis untuk memberikan kepastian hukum bagi sektor keuangan digital dan derivatif keuangan. "Kami mendukung agar transisi pengalihan ini dapat berlangsung secara transparan dan memberi keamanan bagi pelaku pasar maupun pelaku ekonomi," ujar Mendag Budi Santoso.
Adapun tugas pengawasan yang sebelumnya diemban oleh Bappebti, sekarang dialihkan ke OJK dan Bank Indonesia sesuai dengan bidang masing-masing. OJK akan mengambil alih pengaturan dan pengawasan Aset Keuangan Digital (AKD), termasuk aset kripto, serta derivatif keuangan di pasar modal. Sementara itu, BI akan menangani pengawasan derivatif keuangan dengan underlying instrumen di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA).
“Peralihan dari Bappebti ke OJK dan Bank Indonesia dilakukan secara penuh dalam jangka waktu paling lama 24 bulan sejak pengundangan UU P2SK,” ungkap Mendag Budi Santoso lebih lanjut.
Langkah integrasi dan koordinasi antar lembaga menjadi fokus utama dalam persiapan pengalihan ini. Bappebti, OJK, dan Bank Indonesia secara aktif melakukan kerjasama dalam aspek pengaturan, pembentukan infrastruktur pengawasan, diskusi pengembangan, serta peningkatan literasi masyarakat terkait aset keuangan digital. Proses koordinasi ini melibatkan sejumlah pihak terkait, termasuk kementerian, lembaga, industri, dan para penyelenggara.
Sebagai langkah konkret, OJK telah merilis Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto (POJK AKD AK). Hal ini dilengkapi dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 20/SEOJK.07/2024. OJK juga mempersiapkan sistem perizinan secara digital melalui Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT) yang mendukung penerapan prinsip "same activity, same risk, same regulation."
Di pihak Bank Indonesia, dukungan terhadap peralihan ini telah dituangkan melalui Peraturan Bank Indonesia No. 6 Tahun 2024 yang mengatur tentang Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing, termasuk penanganan Derivatif PUVA. “Kami telah membentuk Kelompok Kerja (Working Group) untuk memastikan kelancaran proses peralihan ini,” ujar salah satu pejabat senior BI yang tidak ingin disebutkan namanya.
Dari sisi ekonomi, terdapat pertumbuhan signifikan dalam transaksi pengawasan Bappebti. Pada periode Januari-November 2024, nilai transaksi PBK berdasarkan Notional Value mencapai Rp30.503 triliun, meningkat 30,20 persen dibandingkan periode yang sama pada 2023. Transaksi aset kripto juga melonjak tajam sebesar 356,16 persen, mencatat total transaksi Rp556,53 triliun pada 2024.
Jumlah pelanggan aset kripto di Indonesia terus bertambah signifikan, tercatat mencapai 22,11 juta pelanggan sejak Februari 2021 hingga November 2024. Saat ini, Bappebti telah mengeluarkan izin kepada 16 Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK).
Pengalihan tugas ini diharapkan dapat mengoptimalkan pengawasan terhadap industri keuangan digital di Indonesia, serta menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif dan aman bagi seluruh pemangku kepentingan. Dalam jangka panjang, langkah ini berpotensi memperkuat posisi Indonesia dalam peta ekonomi digital global.