Jakarta - Mengawali tahun 2025, dunia perbankan Indonesia mulai menunjukkan gejala perubahan yang sedikit menggembirakan terkait suku bunga kredit, meski perlahan. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dan PT Bank CIMB Niaga Tbk telah menjadi pionir dalam menurunkan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) di beberapa segmen, memberikan harapan baru bagi nasabah dan sektor bisnis yang tengah menantikan suku bunga yang lebih rendah.
BCA, misalnya, telah menurunkan SBDK untuk segmen kredit non-UMKM ritel menjadi 8,30% pada 31 Desember 2024, sedikit turun dari 8,31% pada bulan sebelumnya. Demikian juga, kredit mikro diturunkan dari 8,23% menjadi 8,22% pada periode yang sama. Meskipun penurunannya kecil, langkah ini mencerminkan usaha BCA untuk membuat suku bunga kredit lebih dapat diterima oleh pasar. "Kami senantiasa berupaya menjaga tingkat suku bunga kredit pada level yang dapat diterima oleh pasar, sehingga SBDK BCA tetap menjadi salah satu yang paling kompetitif," ujar EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, Senin, 13 Januari 2025.
Hera juga menambahkan bahwa suku bunga yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK, mengingat SBDK adalah indikasi suku bunga efektif terendah yang belum memperhitungkan komponen estimasi premi risiko. "Besarnya suku bunga kredit tergantung dari penilaian bank terhadap risiko masing-masing debitur atau kelompok debitur," jelasnya.
Di sisi lain, CIMB Niaga juga ikut menyesuaikan suku bunga pada segmen KPR, yang mengalami penurunan dari 8,17% per 31 Oktober 2024 menjadi 8,11% pada akhir tahun 2024. Penurunan ini menjadi angin segar meski dalam skala kecil. “Sebetulnya tidak ada penurunan dari sisi rate, namun terlihat turun di SBDK karena ketentuan cara perhitungan yang dilakukan perubahan sesuai aturan regulasi,” ungkap Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan.
Lani pun menekankan bahwa meski ada penurunan bunga acuan sebesar 25 basis poin pada September 2024, hal tersebut belum cukup signifikan untuk menurunkan biaya dana apalagi bunga kredit. “Margin bank sudah tergerus cukup banyak sehingga bank berusaha untuk me-manage profit agar tidak tergerus lebih dalam,” katanya.
Sementara itu, Bank Mandiri masih bertahan dengan SBDK yang terbilang tinggi, terutama di segmen KPR yang mencapai 12,5%. Direktur Keuangan Bank Mandiri, Sigit Prastowo, menjelaskan bahwa bank berlogo pita emas ini telah mempertahankan SBDK selama dua tahun terakhir di tengah tantangan makroekonomi dan tingginya suku bunga acuan. "Kami fokus pada optimalisasi portofolio antara segmen wholesale dan ritel dengan tetap mengedepankan risiko dan pengembalian yang optimal," kata Sigit.
Berdasarkan data dari situs web resmi, BCA mencatatkan rata-rata SBDK terendah di antara sepuluh bank besar lainnya, yaitu di level 8,27%, sementara bank lain memiliki rentang SBDK rata-rata antara 9% hingga 11%. Bank Mandiri dan BRI berada di level 8,50% untuk kredit non-UMKM, menunjukan kompetisi yang ketat antar bank besar.
Perubahan kecil dalam SBDK ini diharapkan menjadi awalan yang baik bagi perekonomian Indonesia di tahun 2025. Nasabah, terutama sektor UMKM, dapat berharap bahwa perbankan akan terus berupaya memberikan kemudahan akses pendanaan dengan suku bunga yang lebih terjangkau. Inisiatif yang ditunjukkan oleh BCA dan CIMB Niaga diharapkan dapat diikuti oleh bank-bank lain, demi mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif di Indonesia.