Jakarta – Industri fintech peer to peer (P2P) lending di Indonesia kembali diterpa kabar tak sedap. PT Igrow Resources Indonesia, yang beroperasi di bawah merek PT LinkAja Modalin Nusantara (iGrow), menghadapi krisis gagal bayar yang semakin memburuk. Berdasarkan data terbaru, tingkat risiko kredit macet secara agregat atau TWP90 iGrow mencapai level 81,18% per 9 Januari 2025.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merespons kondisi ini dengan langkah tegas. Dalam upaya untuk mencegah dampak lebih lanjut, OJK telah memberikan surat peringatan kepada iGrow. OJK mengharuskan iGrow untuk menyusun rencana aksi guna memperbaiki kualitas pendanaan mereka. Hal ini disampaikan oleh Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Jumat, 10 Januari 2025.
"OJK juga terus melakukan monitoring atas komitmen Pemegang Saham untuk menyelesaikan permasalahan, termasuk memaksimalkan upaya penagihan dan melakukan penguatan permodalan," ungkap Agusman dengan tegas dalam lembar jawaban RDK OJK pada Kamis, 9 Januari 2025.
Tantangan ini tidak hanya dihadapi oleh iGrow. Menurut Agusman, iGrow menjadi salah satu di antara 21 fintech lending yang memiliki TWP90 di atas 5% per November 2024, meningkat dari 19 fintech lending pada Oktober 2024. Data ini mencerminkan peningkatan jumlah fintech yang terkena dampak negatif di sektor ini. Mayoritas dari 21 perusahaan tersebut berfokus pada pembiayaan sektor produktif, yang kini menghadapi risiko pembiayaan macet yang lebih tinggi.
Secara keseluruhan, TWP90 di industri fintech lending menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. Pada November 2024, TWP90 fintech lending naik menjadi 2,52%, dari sebelumnya 2,37% pada Oktober 2024. Sebelumnya, angka TWP90 sempat mengalami perbaikan sejak Juni 2024, mencapai titik terendah 2,37% di Oktober sebelum kembali memburuk.
Dalam periode yang sama, OJK melaporkan bahwa outstanding pembiayaan fintech lending mencapai Rp 75,60 triliun per November 2024. Angka ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 27,32% Year on Year (YoY). Meskipun pertumbuhan pencapaian ini cukup signifikan, risiko yang meningkat menandakan bahwa industri ini tengah menghadapi tantangan serius dalam menjaga stabilitas pembiayaan.
Situasi yang dihadapi oleh iGrow dan fintech lainnya menyoroti kebutuhan mendesak akan penguatan kontrol risiko serta manajemen portofolio yang lebih baik. OJK telah menekankan pentingnya tindakan proaktif dari pemangku kepentingan untuk menyikapi tren ini.
Bagi para pelaku industri dan investor, krisis ini adalah pengingat akan pentingnya due diligence dan analisis risiko saat berinvestasi di sektor fintech. Kondisi ini juga mencerminkan perlunya regulasi yang lebih ketat dan pengawasan berkelanjutan untuk melindungi kepentingan konsumen dan menjaga integritas sistem keuangan.
"Dalam upaya memitigasi risiko, semua pihak harus bekerja sama untuk menerapkan praktik pembiayaan yang bijak dan memastikan bahwa teknologi digunakan untuk mendukung, bukan mengganggu, stabilitas keuangan," tambah Agusman.