Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, H. Fathi, membuka layanan pengaduan serta advokasi untuk masyarakat yang terjerat pinjaman online atau pinjol, khususnya bagi warga Kota Bandung dan Kota Cimahi. Langkah ini menjadi angin segar bagi masyarakat yang mungkin merasa terjebak dengan syarat dan ketentuan dari berbagai layanan pinjol, yang sering kali membingungkan dan memberatkan.
Dalam upaya membantu masyarakat, H. Fathi menyediakan dua jalur untuk mengajukan pengaduan. Pertama, masyarakat dapat melaporkan masalah mereka melalui akun Instagram pribadinya di @fathipd. Kedua, Fathi membuka pintu Rumah Aspirasi di Jalan Karawitan Nomor 97, Kota Bandung, yang beroperasi 24 jam. “Rumah aspirasi buka 24 jam, termasuk kaitannya dengan keluhan masalah pinjaman online ilegal,” ujarnya saat kunjungan kerja ke Sekretariat Pokja PWI Kota Bandung, Kamis, 9 Januari 2025.
Pada kesempatan tersebut, Fathi menjelaskan bahwa penting bagi masyarakat untuk bisa membedakan antara pinjol ilegal dan legal, atau dikenal dengan istilah pinjaman daring (pindar). Menurutnya, salah satu tanda jelas dari pinjol ilegal adalah metode penagihan yang tak beretika, sering kali dilakukan melalui telepon atau bahkan dengan menyebarkan foto-foto pribadi debitur. Bagi pinjol yang resmi, tindakan semacam ini jelas dilarang dan memiliki batasan ketat. "Bukan cuma cara penagihan, pinjol juga tidak boleh mengakses foto dan kontak debitur serta menyebarkan atau blasting message melalui pesan jejaring," tegas Fathi.
Politisi dari Partai Demokrat ini mengingatkan bahwa pinjol yang melampaui batas dapat menghadapi pencabutan izin operasi. "Karena kalau melewati batas bisa dicabut itu ijin-nya,” tambahnya. Selain itu, Fathi menyoroti bunga pinjaman di aplikasi pinjol yang dinilainya masih terlalu tinggi dibandingkan dengan bunga pinjaman dari badan keuangan atau bank.
Sebagai anggota Komisi XI DPR RI yang memiliki fokus di sektor keuangan, Fathi aktif mendorong pinjol atau pindar untuk menurunkan bunga pinjaman mereka agar sejajar dengan bunga yang ditawarkan bank. “Saya yang paling sering teriak-teriak urusan dengan penurunan bunga pindar (pinjaman daring). Saya bilang bahwa bunga pindar tidak boleh jauh dari bunga bank,” ungkapnya.
Fathi juga mengakui bahwa keberadaan pinjol tidak bisa dihilangkan sepenuhnya karena telah memberikan kemudahan akses keuangan bagi masyarakat. "Yang jadi masalah, pinjol atau pindar ini sekarang bunganya gak kira-kira. Inilah yang sedang kita lakukan, saya terus menerus menekankan bahwa pindar harus bunganya setara dengan bank,” jelasnya.
Menurut Fathi, salah satu faktor penyebab merebaknya pinjaman ilegal adalah sulitnya akses pembiayaan resmi dari lembaga keuangan atau bank. "Saya beberapa minggu yang lalu berdiskusi dengan salah satu bank pemerintah. Saya kira kalau misalnya pengusaha-pengusaha mikro ini kreditnya di bawah Rp10 juta mendapatkan perlakuan assessment dengan kredit yang Rp1 miliar, itu tidak fair,” terangnya.
Fathi menegaskan bahwa kemudahan akses pembiayaan dan pendampingan bagi pelaku usaha ultra mikro menjadi salah satu program kerja unggulan yang tengah diperjuangkannya. Dia juga menyinggung soal risiko kredit macet, di mana ia tampak lebih memihak pelaku UMKM. Fathi mengungkapkan bahwa meskipun terjadi kredit macet dari UMKM, dana tersebut masih beredar di Indonesia, berbeda dengan kredit macet dari kreditur korporate yang kemungkinan besar uangnya beredar di luar negeri.
Pada acara kunjungan kerja tersebut, Ketua Pokja PWI Kota Bandung, Zaenal Ihsan, menyambut baik inisiatif yang dilakukan oleh H. Fathi. Ihsan berharap silaturahmi ini tidak menjadi yang terakhir, dan aspirasi masyarakat bisa menjadi pokok pemikiran yang diharapkan dapat menjawab kebutuhan atau keluhan warga di masa depan. Kunjungan ini dihadiri oleh pengurus dan anggota PWI serta anggota IKWI (Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia) Jawa Barat, menunjukkan dukungan yang luas untuk upaya perlindungan masyarakat dari jeratan pinjaman online.