OJK

OJK Tetapkan Batas Minimal AUM Rp25 Triliun untuk DPLK: Tantangan dan Harapan Industri Dana Pensiun

OJK Tetapkan Batas Minimal AUM Rp25 Triliun untuk DPLK: Tantangan dan Harapan Industri Dana Pensiun
OJK Tetapkan Batas Minimal AUM Rp25 Triliun untuk DPLK: Tantangan dan Harapan Industri Dana Pensiun

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menetapkan batas minimal dana kelolaan atau asset under management (AUM) sebesar Rp25 triliun bagi manajer investasi yang berminat mendirikan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). 

Kebijakan ini berlaku selama tiga bulan terakhir hingga saat pengajuan izin DPLK, menciptakan tantangan baru bagi manajer investasi yang berminat namun belum memenuhi persyaratan tersebut, Kamis, 9 Januari 2025.

Iwan Pasila, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, menjelaskan bahwa penetapan nilai AUM tersebut telah melalui berbagai pertimbangan matang. "Banyak pertimbangan dalam penetapan AUM, namun pertimbangan saat ini AUM ini dinilai cukup untuk memberikan gambaran tentang kapabilitas yang dibutuhkan untuk mendukung kemampuan digital dan expertise yang dibutuhkan," jelas Iwan dalam wawancara dengan Bisnis pada Rabu, 8 Januari 2025.

Dengan adanya regulasi ini, OJK berharap manajer investasi yang masuk dalam pengelolaan DPLK dapat berkontribusi positif terhadap pertumbuhan industri dana pensiun di Indonesia. DPLK diharapkan dapat menjadi pendorong utama dalam menyediakan program pensiun yang lebih fleksibel, terutama bagi segmen ritel dan pekerja informal. Segmen ini umumnya tidak memiliki pendapatan tetap bulanan, namun bisa mendapatkan penghasilan besar di waktu tertentu. Oleh karena itu, kemampuan digital yang kuat dan memadai dianggap sangat penting dalam pengelolaan dana pensiun untuk sektor ini.

Selain itu, Iwan menekankan pentingnya perbaikan dalam pengelolaan dana pensiun melalui skim life-cycled funds. Ini bertujuan untuk memberikan hasil yang beragam dan optimal sesuai dengan durasi masa kerja peserta. Menurut Iwan, untuk mencapai efisiensi yang baik dan skala ekonomi yang menguntungkan, dibutuhkan expertise dan dana kelolaan yang cukup besar.

"Kedua aspek ini, kapabilitas digital dan expertise, tentunya membutuhkan dukungan modal yang memadai, dan dalam hal manajer investasi, size dana kelolaan menjadi acuan yang dapat memberikan gambaran kemampuan di kedua aspek ini," tambahnya.

Rudiyanto, Direktur Panin Asset Management, mengungkapkan bahwa batas minimal AUM saat ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang dibahas awalnya. "Pada saat diskusi awal, seingat saya, disampaikannya sekitar Rp10 triliun. Namun, pada saat sosialisasi menjadi Rp25 triliun. Kemudian kalau mengacu ke aturan ini, malah rata-rata Rp25 triliun selama tiga tahun," ungkap Rudiyanto kepada Bisnis pada Rabu, 8 Januari 2025.

Rudiyanto menambahkan bahwa ketentuan ini membatasi kesempatan manajer investasi, termasuk Panin Asset Management, yang belum mencapai nilai minimal AUM yang disyaratkan. "Sayang sekali, per Desember, termasuk KPD [kontrak pengelolaan dana] sekitar Rp15 triliun, sehingga belum memenuhi ketentuan. Dari Panin AM sendiri berminat untuk penyelenggaraan DPLK. Diharapkan persyaratan ini dapat lebih dilonggarkan pada masa mendatang," tuturnya.

Pengamat industri keuangan menilai kebijakan ini sebagai langkah penting untuk memastikan bahwa hanya manajer investasi yang memiliki kapabilitas dan daya tahan finansial yang dapat menyokong pertumbuhan DPLK. Namun, tidak sedikit pula yang berharap bahwa OJK dapat memberikan kelonggaran atau skema alternatif bagi manajer investasi yang kompeten namun belum memiliki AUM sebesar yang ditetapkan.

Dalam lanskap ekonomi yang terus berkembang dan dinamis, regulasi seperti ini memainkan peran krusial dalam membentuk arah industri dana pensiun. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, diharapkan industri ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi nasional, khususnya terkait perlindungan hari tua bagi pekerja Indonesia di berbagai sektor.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index