Jakarta - Salim Group, salah satu konglomerat terkemuka di Indonesia, terus menunjukkan tajinya dalam menginjakkan kaki di sektor energi baru dan terbarukan. Grup ini, melalui perusahaan induknya, First Pacific Company Limited yang dimiliki oleh Anthoni Salim, kini memperluas bisnisnya ke Singapura dengan membangun pembangkit listrik berbasis hidrogen melalui anak usaha mereka, PacificLight Power Pte. Ltd. (PLP).
Kabar mengenai investasi besar-besaran ini menarik perhatian luas, mengingat total nilai kontrak proyek tersebut mencapai US$735 juta atau sekitar Rp11,9 triliun. Proyek mega ini berlokasi di Pulau Jurong, Singapura, dan mendapat hak untuk membangun, memiliki, dan mengoperasikan fasilitas turbine gas combined cycle (CCGT) hidrogen dari Energy Market Authority (EMA) Singapura, Kamis, 9 Januari 2025.
Pemilihan Singapura sebagai lokasi pembangunan bukan tanpa alasan. PLP, yang sudah beroperasi sejak 2014 di Singapura, telah berhasil menyuplai hampir 10 persen kebutuhan listrik negara tersebut. Keberhasilan ini memberikan kepercayaan lebih bagi PLP untuk mengelola proyek ambisius ini.
Namun, langkah berani Salim Group ini tidak hanya dikagumi, tetapi juga memicu reaksi di kalangan pemangku kepentingan sektor energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia, yang merasa tergoda dan berharap investasi serupa dapat terjadi di tanah air.
Peluang Hidrogen di Indonesia
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menilai bahwa Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar untuk menumbuhkan industri hidrogen, baik untuk pasar domestik maupun ekspor. "Kita harus memproduksi [lebih banyak] hidrogen, karena sejauh ini baru untuk kebutuhan industri," ujar Fabby kepada Bisnis.
Fabby menambahkan bahwa negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan cenderung menghindari hidrogen yang dihasilkan dari sumber energi fosil, menandakan bahwa peluang hidrogen hijau dan biru (yang lebih ramah lingkungan) sangat penting dalam persaingan global.
Sejalan dengan harapan ini, Fabby menekankan perlunya peta jalan yang lebih detail dalam industri hidrogen di Indonesia agar meyakinkan investor untuk berinvestasi. "Harus didorong produksinya, baru demand muncul. Pemerintah juga perlu memikirkan aturan terkait standar harganya," tambahnya.
Pengembangan hidrogen hijau di Indonesia saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan sektor energi terbarukan lainnya seperti biodiesel dan ekosistem kendaraan listrik. Namun demikian, upaya ke arah tersebut sudah mulai terlihat. PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) telah menginisiasi proyek-proyek seperti Hydrogen Refueling Station dan Green Hydrogen Plant di PLTP Kamojang pada Februari 2024. Sayangnya, perkembangan lebih lanjut dari proyek ini belum banyak terdengar.
Tantangan dan Dukungan Industri Hidrogen
PLN sendiri sudah memproduksi hidrogen di beberapa lokasi, dengan total produksi mencapai 203 ton per tahun. Namun, dari jumlah tersebut, hanya 75 ton yang digunakan untuk kebutuhan operasional. Vice President Dekarbonisasi PT PLN (Persero), Ricky Cahya Andrian, mengungkapkan bahwa perusahaan masih mencari offtaker atau pembeli untuk hidrogen hijau yang diproduksi.
"Menuju ke situ, harga hidrogen harus kompetitif, harus di bawah solar. Apakah bisa? Tergantung harga listriknya. Karena produksi hidrogen hijau menggunakan metode elektrolisis," jelas Ricky, saat berbicara dengan Bisnis.
Untuk memperkuat industri hidrogen, Ricky juga memperingatkan bahwa berbagai insentif seperti keringanan PPn impor electrolyser dan kepastian permintaan sangat diperlukan.
Ekspansi Bisnis EBT Salim Group
Sebelum investasi dalam proyek hidrogen, Salim Group sudah aktif di sektor energi terbarukan. Bersama Medco Power, PLP sedang mengembangkan proyek impor listrik menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 670 MWp dari Indonesia ke Singapura di Pulau Bulan, Kepri. Di Indonesia, Salim Group melalui PT Aruna Cahaya Pratama telah mengoperasikan PLTS dengan kapasitas 100 MWp di Purwakarta, Jawa Barat.
Salim Group, melalui PT Tamaris Hidro, juga telah mengakuisisi saham perusahaan pembangkit listrik tenaga minihidro, memperkuat portfolio mereka dalam sektor energi terbarukan. Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen Salim Group dalam berkontribusi terhadap transisi energi terbarukan.
Investasi dan inovasi Salim Group ke Singapura dalam bidang hidrogen ini diharapkan bisa menjadi inspirasi dan dorongan bagi pemerintah dan pelaku industri energi di Indonesia untuk lebih serius menangkap peluang dalam energi terbarukan, menciptakan iklim investasi yang lebih menarik dan potensial.