Finansial

Keberlanjutan Klub Liga 1 Terancam: Tantangan Finansial Masih Menghantui Industri Sepak Bola Indonesia

Keberlanjutan Klub Liga 1 Terancam: Tantangan Finansial Masih Menghantui Industri Sepak Bola Indonesia
Keberlanjutan Klub Liga 1 Terancam: Tantangan Finansial Masih Menghantui Industri Sepak Bola Indonesia

Jakarta - Industri sepak bola di Indonesia terus bergeliat, namun tantangan finansial masih membayangi setiap langkah klub, termasuk klub-klub ternama di Liga 1. Situasi ini menjadi momok yang memaksa berbagai pihak untuk mencari solusi agar operasional tetap berjalan lancar. 

CEO PSIS Semarang, Yoyok Sukawi, menyoroti bahwa masalah keuangan merupakan rintangan utama dalam mengelola klub sepak bola di Tanah Air, Selasa, 7 Januari 2025.

Dalam upayanya menjaga eksistensi klub, PSIS Semarang terus berusaha menemukan strategi yang tepat, dengan memaksimalkan sektor-sektor pendapatan yang ada. "Akhir-akhir ini ramai di media sosial mengenai statemen Bro Nabil, Pak Teddy, Pak Pieter. Saya kira kondisi klub-klub di Indonesia hampir sama, termasuk di PSIS. Kami terus peras tenaga peras otak supaya PSIS terus bisa jalan bagaimana pun kondisinya. Apalagi selama beberapa tahun terakhir ini kondisi industri sepak bola Indonesia juga belum baik-baik saja,” ungkap Yoyok dalam keterangannya, Selasa, 7 Januari 2025.

PSIS Semarang berusaha mencari pendapatan melalui beberapa sektor seperti sponsorship, penjualan merchandise, dan pembangunan fasilitas latihan yang dapat disewakan. Langkah ini diambil demi menambah pundi-pundi pendapatan klub.

Pembahasan mengenai tantangan finansial ini juga disoroti oleh Presiden Borneo FC, Nabil Husein Said Amin. Baru-baru ini, melalui kanal YouTube Sport77 Official, ia blak-blakan mengungkapkan bahwa klubnya mengalami kerugian. "Tim lain sih saya enggak tahu, kalau saya buntung. Bukan untung, tambahi b, buntung," ujar Nabil, Senin, 6 Januari 2025.

Ia membandingkan kondisi keuangan klub di dunia nyata dengan simulasi permainan Football Manager, yang kerap memberikan keuntungan di tahun pertama. "Di FM aja tahun pertama bisa untung. Di sini buntung. Kita bingung kok enggak ada perubahan. Kita harus menemukan formula baru, sport industri harus jalan," tambahnya. Menurut Nabil, peningkatan pendapatan juga bisa dilakukan melalui transfer pemain, seperti yang dilaksanakan Borneo FC dengan kepindahan Pato ke klub China.

Senada dengan Yoyok dan Nabil, Teddy Tjahjono, mantan Direktur Utama PT Persib Bandung Bermartabat (PT PBB), menyatakan bahwa industri sepak bola di Indonesia saat ini tidak memberikan profit. Dalam podcast Sport77 Official pada 2023, Teddy mengatakan, "Untuk saat ini, saya rasa tidak ada klub Indonesia yang profitable. Tantangannya besar untuk menjalankan dan mengelola klub. Tidak nutup, tetap merugi."

Teddy menjelaskan bahwa terdapat empat sumber pendapatan utama yang dapat dimanfaatkan oleh klub, yaitu sponsor, penjualan merchandise, hak siar, dan tiket pertandingan. Sayangnya, keempat elemen ini belum cukup untuk menutup operasional klub selama satu musim kompetisi. Bahkan, beberapa klub masih mengalami kerugian meski telah mengoptimalkan sumber pendapatan ini.

Hal ini juga dialami oleh Bali United, satu-satunya klub sepak bola Indonesia yang telah menjadi perusahaan terbuka. Berdasarkan laporan keuangan PT Bali Bintang Sejahtera Tbk (BOLA) pada semester I-2024, klub mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp69,8 miliar, berbanding terbalik dari laba bersih Rp13,6 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kerugian ini berakibat pada penurunan nilai saham dasar sebesar Rp11,64 per lembar.

Tantangan finansial bagi klub sepak bola Indonesia bukan hanya sekedar ancaman, melainkan kenyataan yang harus dihadapi setiap musim. Para pengelola klub di Tanah Air mengharapkan adanya perubahan dan solusi inovatif agar industri sepak bola dapat memberikan keuntungan yang berkelanjutan.

Industri sepak bola Indonesia membutuhkan pendekatan yang kreatif dan menyeluruh untuk mengatasi masalah finansial tersebut. Dengan berbagai inovasi dan optimalisasi pendapatan, masih ada harapan bagi klub-klub untuk mengatasi tantangan ini dan menjadi lebih berdaya saing, baik di kancah nasional maupun internasional. Namun, upaya ini tidak hanya bergantung pada para pemilik klub, tetapi juga pada seluruh ekosistem sepak bola di Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index