Finansial

Self-Reward: Menjaga Kesehatan Mental Tanpa Jatuh ke Jurang Konsumerisme

Self-Reward: Menjaga Kesehatan Mental Tanpa Jatuh ke Jurang Konsumerisme
Self-Reward: Menjaga Kesehatan Mental Tanpa Jatuh ke Jurang Konsumerisme

Jakarta - Media massa belakangan ini dipenuhi oleh topik yang membahas isu kesehatan mental, suatu topik yang kini mendapatkan perhatian publik lebih dari sebelumnya. Pentingnya memiliki pengetahuan serta menjaga kesehatan mental menjadi sorotan, seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesejahteraan psikologis.

Salah satu teknik yang populer dalam upaya menjaga kesehatan mental adalah self-reward, atau memberikan penghargaan kepada diri sendiri setelah mencapai suatu tujuan atau menyelesaikan tugas tertentu, Senin, 6 Januari 2025.

Dalam dunia psikologi, konsep self-reward memiliki peran signifikan dalam meningkatkan kepuasan diri dan memotivasi individu. Teknik ini membantu dalam memperkuat keterampilan pengendalian diri dan memberikan penguatan positif terhadap perilaku yang diinginkan. Penelitian dari Universitas Pendidikan Indonesia menunjukkan efektivitas self-reward dalam meningkatkan keterampilan pengendalian diri. "Pendekatan ini mengedepankan penguatan positif yang membantu individu mengembangkan kebiasaan yang lebih sehat," kata Dr. Ani, salah seorang peneliti dalam studi tersebut.

Namun, di balik manfaat yang ditawarkan, self-reward bisa disalahartikan oleh banyak orang. Salah satu kekeliruan utama adalah ketika self-reward diartikan sebagai perilaku konsumtif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsumerisme adalah gaya hidup yang beranggapan bahwa kebahagiaan bisa didapatkan dari kepemilikan barang-barang mewah, suatu ideologi yang mendorong konsumsi berlebihan. Gejolak perilaku ini lebih sering ditemukan pada kalangan muda berusia 18-25 tahun, yang terbiasa menjelajah media sosial, tempat pengaruh konsumerisme sering datang.

Fenomena ini diperparah dengan mudahnya akses ke platform belanja daring seperti Shopee dan Tokopedia, yang menyediakan beragam promo dan diskon menarik. "Studi menunjukkan platform e-commerce mempengaruhi kecenderungan konsumerisme, terutama di kalangan remaja dan mahasiswa," ujar Dr. Budi, pakar ekonomi dari salah satu universitas terkemuka. Kombinasi antara promosi yang menggoda dan kecenderungan sosial yang dikenal sebagai FOMO (Fear of Missing Out) semakin memicu perilaku belanja impulsif.

Faktor lain yang memperburuk masalah ini adalah sistem paylater yang memungkinkan pembelian sekarang, tetapi pembayaran dilakukan nanti. Fasilitas ini sering kali menjerat pengguna dari berbagai lapisan masyarakat ke dalam kebiasaan belanja yang tidak sehat. "Paylater dapat menimbulkan masalah finansial, terutama ketika pengguna tidak mampu membayar cicilan tepat waktu," jelas Mirna, seorang pakar keuangan. Ketidakmampuan mengelola keuangan dengan bijak berpotensi menimbulkan bencana finansial dan mengganggu kesehatan mental.

Di tengah segala tantangan ini, penting bagi individu untuk menyadari motivasi di balik perilaku belanja mereka. Memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan dapat membantu menghindari jebakan konsumerisme. Praktik mindfulness, seperti yang disarankan oleh para ahli, dapat membantu dalam membuat keputusan finansial yang lebih bijak. "Mengelola keuangan dengan membuat anggaran, memprioritaskan kebutuhan dasar, dan menghindari pembelian impulsif adalah langkah-langkah yang esensial," tambah Mirna.

Sebagai alternatif, penghargaan terhadap diri sendiri tidak harus selalu berupa materi. Experiencing time dengan teman atau mengunjungi tempat wisata lokal adalah cara yang lebih sehat untuk merayakan pencapaian. "Pengalaman sering kali memberikan kebahagiaan yang lebih bermakna dan tahan lama dibandingkan barang-barang material," ungkap Dr. Ani.

Mengingat dampak psikologis dan finansial dari konsumerisme berbasis self-reward, masyarakat perlu lebih waspada. Mencari cara lain untuk merayakan keberhasilan dapat menghasilkan kebahagiaan yang lebih berkelanjutan, tanpa terjebak dalam siklus konsumsi. Kesadaran dan kebijaksanaan dalam penerapan self-reward adalah kunci untuk menjaga kesehatan mental sekaligus mencapai kesejahteraan finansial. Pada akhirnya, kebahagiaan sejati tidaklah selalu bersumber dari kepemilikan barang, namun dari makna yang lebih dalam dalam setiap pencapaian yang diraih.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index