JAKARTA - Menjelang musim hujan dan arus mudik Lebaran, kondisi jalan yang rusak menjadi perhatian utama karena berpotensi menyebabkan peningkatan angka kecelakaan lalu lintas. Meski anggaran untuk pemeliharaan ada, banyak jalan yang masih belum diperbaiki, memicu kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk pengamat transportasi terkemuka, Djoko Setijowarno.
Menurut data Korlantas Polri 2024, sepeda motor menjadi penyebab tertinggi kecelakaan dengan persentase 77 persen, diikuti oleh truk (10 persen), kendaraan umum (8 persen), dan mobil pribadi (3 persen). Kondisi ini dapat diperburuk dengan banyaknya jalan yang rusak. "Jika dibiarkan, jalan rusak akan memperburuk kondisi ini," ujar Djoko.
Tidak dapat dipungkiri, jalan yang tidak terawat berkontribusi besar terhadap risiko kecelakaan. Data menunjukkan bahwa setiap tahun jumlah korban yang terlibat dalam kecelakaan akibat jalan yang berlubang dan tidak rata terus meningkat. Hal ini menunjukkan pentingnya perbaikan dan pemeliharaan jalan secara konsisten, terutama di masa mendatang ketika cuaca buruk dan lalu lintas padat menjadi tantangan tambahan.
Djoko menyoroti pentingnya pengelolaan anggaran yang tepat untuk pemeliharaan jalan. "Anggaran pemeliharaan jalan harus diadakan lagi. Namun, jika nanti setelah dianggarkan, jangan dikorupsi oleh oknum yang berkepentingan," tegasnya. Pengawasan ketat terhadap penggunaan anggaran diyakini dapat membantu mempercepat proses perbaikan jalan yang rusak dan mengurangi angka kecelakaan.
Lebih lanjut, Djoko menjelaskan tentang aturan dalam UU No. 22 Tahun 2009 yang mengamanatkan penyelenggara jalan untuk segera memperbaiki jalan rusak dan jika lalai, ada konsekuensi hukum yang harus dihadapi. "Jika lalai, mereka dapat dipidana hingga 5 tahun penjara atau denda Rp 120 juta," terang Djoko. Ini menegaskan pentingnya tanggung jawab setiap pihak dalam menjaga infrastruktur jalan di Indonesia.
Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) juga turut memberi perhatian pada isu ini, terutama terkait dengan road side hazard yang sering diabaikan oleh pemerintah. Faktor-faktor seperti tiang rigid, drainase terbuka, dan desain jalan yang buruk seringkali menjadi penyebab kecelakaan yang seharusnya bisa dihindari. "Pemerintah perlu lebih serius dalam pengelolaan anggaran pemeliharaan jalan. Tanpa tindakan nyata, korban kecelakaan akibat jalan rusak akan terus berjatuhan," tambah Djoko.
Berdasarkan SK Menteri PUPR No. 1688/KPTS/M/2022, Indonesia memiliki panjang jalan mencapai 529.132,19 km. Namun, tingkat kemantapan jalan tersebut masih rendah, khususnya di tingkat provinsi dengan hanya 73,79 persen dan kota/kabupaten sebesar 62 persen. Ini menunjukkan bahwa masih ada banyak jalan yang memerlukan perhatian dan perbaikan untuk meningkatkan kualitas dan keselamatan pengguna jalan.
Pemeliharaan jalan yang baik adalah salah satu komponen utama untuk meminimalkan risiko kecelakaan. Saat anggaran sudah dialokasikan, pelaksanaan yang baik dan pengawasan ketat menjadi kunci untuk memastikan proyek perbaikan jalan dilakukan secara tepat waktu dan berkualitas. Ini adalah salah satu langkah penting untuk memastikan perjalanan lebih aman terutama di saat arus lalu lintas yang padat seperti Lebaran dan di tengah musim hujan.
Pemerintah bersama seluruh stakeholder berkomitmen untuk memperbaiki kondisi ini dan meningkatkan keselamatan pengguna jalan. Dengan perhatian dan kerja sama yang tulus, diharapkan Indonesia dapat mengatasi isu jalan rusak sehingga angka kecelakaan dapat ditekan semaksimal mungkin. Mari kita semua berharap agar infrastruktur yang lebih baik bisa segera terwujud demi keselamatan bersama.